Seorang
anak berinisial A mengalami suatu depresi (murung dan menarik diri) oleh
penolakan terhadap peristiwa meninggal ayahnya, karena dia tidak bisa
mengarahkannya kepada orang lain sehingga si-A mengarahkan rasa bersalah itu
kepada dirinya sendiri.
Penyelesaian
oleh konselor dengan teori psikoanalisa:
Asumsi
yang digunakan dalam membantu Si-A
Freud
memandang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik,
mekanistik, dan reduksionistik. Dimana manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan
irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan
dorongan-dorongan biologis dan naluriah. Freud menekankan peran naluri-naluri
yang bersifat bawaan dan biologis, ia juga menekankan pada naluri seksual dan
impuls-impuls agresif. Berdasarkan ilustrasi kasus, depresi (murung dan menarik
diri) yang dialami konseli merupakan tindakan mekanisme pertahanan ego, karena
adanya ketidak seimbangan antara id, ego dan superego, yaitu dengan melakukan
represi dan penolakan terhadap peristiwa meninggal ayahnya, karena dia tidak
bisa mengarahkannya kepada orang lain sehingga konseli mengarahkan rasa
bersalah itu kepada dirinya sendiri.
Pembinaan
hubunga konseling dengan si-A:
Dalam
konseling psikoanalisis hubungan konselor dengan konseli (si-A), yaitu
- Konselor membantu konseli untuk dapat bersikap yang relatif rasional, realistik, dan tidak neurosis, hal ini merupakan pra-kondisi untuk terwujudnya keberhasilan konseling psikoanalisis.
- Konselor mengalihkan segenap pengalaman masa lalu konseli terhadap ayahnya kepada konselor. Kemudian, konselor membantu konseli untuk mencapai pemahaman tentang bagaimana dirinya telah salah dalam menerima, menginterpretasikan, dan merespon pengalamannya pada saat ini dalam kaitannya dengan masa lalunya.
Asesmen
yang dilaksanakan:
Konselor
melakukan esesmen dengan mengidentifikasi konflik-konflik bawah sadar dari
konseli, meliputi: Persepsi konseli terhadap dirinya, hubungan
interpersonalnya, dorongan dan dinamika psikologis yang dialami, serta
bagaimana konseli mengkontrol emosinya.
Tujuan
konseling bagi konseli
Tujuan
konseling adalah untuk membentuk kembali struktur karakter konseli dengan cara
merekonstruksi, membahas, menganalisa, dan menafsirkan kembali
pengalaman-pengalaman masa lampau, yang terjadi di masa kanak-kanak. Membantu
konseli untuk membentuk kembali struktur karakternya dengan menjadikan hal-hal
yang tidak disadari menjadi disadari oleh konseli Secara spesifik, membawa
konseli dari dorongan-dorongan yang ditekan (ketidaksadaran) berupa pengalaman
masa lalu baik dengan orang tunya sebelum ayahnya meninggal dan hal-hal yang
mengakibatkan kecemasan konseli, menuju ke arah perkembangan kesadaran
intelektual, menghidupkan kembali masa lalu
konseli dengan menembus konflik yang ditekan berupa urusan yang tidak selesai
di masa lampau, memberikan kesempatan kepada konseli untuk menghadapi
situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya yaitu peristiwa kematian ayahnya.
Teknik-teknik
konseling yang digunakan
n Asosiasi bebas
Konselor
membantu konseli untuk mengingat kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan
pelepasan-pelepasan emosi yang berkaitan dengan peristiwa kematian ayahnya.
Pada teknik asosiasi bebas konseli mengalami proses katarsis, dimana konseli
dapat dengan bebas untuk mengemukakan segenap perasaan dan pikiran yang
terlintas di benaknya, baik yang menyenangkan maupun yang tidak. Kemudian
konselor berusaha untuk mengenali peristiwa-peristiwa yang di-repres dan
dikurung oleh konseli dalam ketidaksadarannya.
n Interpretasi
Konselor
menafsirkan pengalaman konseli kemudian membimbingnya ke arah peningkatan
pemahaman atas dinamika yang tidak disadari olehnya berupa resistensinya
dan penolakannya terhadap kematian ayahnya.
n Analisis resistensi
Jika
konseli mengalami resistensi dalam proses konseling. Konselor tidak bisa
membiarkan hal ini terjadi karena akan menghambat proses konseling. Penafsiran
terhadap resistensi harus dilaksanakan untuk membantu konseli untuk menyadari
alasan-alasan yang ada di balik resistensi dan kemudian mampu menyelesaikan
konfliknya secara realistis.
n Analisis transferensi
Konselor
membantu konseli untuk dapat mengatasi “urusan yang belum selesai” dengan
orang-orang penting di masa lalu seperti ayahnya, yang terdistorsi ke masa
sekarang dan memberikan reaksi kepada konselor sebagaimana dia bereaksi
terhadap ayah pada masa ayahnya masih hidup. Di sini konselor melakukan
penafsiran agar konseli mampu menembus konflik masa lalu, dan menggarap
konflik emosional yang terdapat pada hubungan terapeutiknya bersama sang konselor
(yang dianggap sebagai ayahnya).
Prosedur
konseling yang digunakan
n Konselor membantu konseli
untuk menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanaknya sehingga
menemukan penyebab-penyebab ketidaksadaran yang menyebabkan dia menjadi murung,
menarik diri dari teman-temannya serta keinginannya untuk berhenti bersekolah.
n Konselor membantu konseli
untuk menata pengalaman masa lampau, menganalisis, dan menafsirkannya dengan
tujuan untuk merekonstriksi kepribadian konseli melalui asosiasi bebas,
interpretasi, analisis transfrensi dan analisis resistensi.